“Have you ever seen the rain”, Musik Dalam Membangun Kebudayaan.

in 0


Oleh: H. Ronall J Warsa



Saat menulis di dinding FB tentang, “Pembangunan yang paling utama untuk negeri ini adalah BUDAYA!”. Maka pada saat itu juga muncul beberapa komentar baik yang setuju, maupun yang tidak setuju. Tetapi kenapa aku kemudian bersusah-susah menulis tentang hal ini, kalau itu sebuah kewajaran. Ya untuk menjelaskan tentang pemahaman yang salah untuk menyepelekan produk kebudayaan. Dimana dapat terlihat dari perkembangan pikiran manusia di negeri tercinta ini, yang selalu bertolak pada ekonomi sebagai sebuah pondasi pembangun Bangsa.


Berbicara budaya, tentu saya bukan ahlinya! Untuk itu saya kemudian mencoba menuliskan hal yang kecil-kecil saja. Apakah anda semua pernah mendengarkan musik? Hayoo! mau pada jawab pernah bukan. Kenapa pada saat mendengarkan musik, seringkali kita mengalami kenikmatan tiada tara. Kenikmatan yang dapat memunculkan proses dan produk pikiran untuk mencapai pengetahuan yang berupa aktivitas mental seperti mengingat, mensimbolkan, mengkategorikan, memecahkan masalah, menciptakan dan berfantasi.

Dalam hal ini kita harus mengacu pada perkembangan kognitif dari Piaget (1969), dalam teori belajar yang didasari oleh perkembangan motorik. Salah satu yang penting dan perlu distimulasi adalah keterampilan bergerak. Melalui keterampilan motorik manusia cenderung mengenal dunianya secara konkrit. Dengan bergerak ini juga meningkatkan kepekaan sensori, dan dengan kepekaan sensori ini juga meningkatkan perkiraan yang tepat terhadap ruang (spatial), arah dan waktu.

Perkembangan dari struktur ini merupakan dasar dari berfungsinya efisiensi pada area lain. Kesadaran manusia akan tempo dapat bertambah melalui aktivitas bergerak dan bermain yang menekankan sinkronis, ritme dan urutan dari pergerakan. Kemampuan-kemampuan visual, auditif dan sentuhan juga diperkuat melalui aktivitas gerak.

***

Mau tahu dahsyatnya musik sebagai hasil dari kebudayaan? Untuk itu kita harus beralih pada suatu jaman dimana Jhon Fogerty, menjadi seorang yang menginspirasi tulisan ini. Dari kemeriahan sebuah perayaan Festival Glastonbury di Somerset, Inggris, di antara pesta musik dan bir yang tentu saja menggairahkan. Mohon Maaf! ^^ semua terserah pada penilaian anda untuk hal yang satu ini.

Saat Jhon Fogerty muncul maka dengan begitu saja mengalir deras, sebuah lagu yang berjudul “Have you ever seen the rain” dimana dapat berarti Adakah kamu pernah melihat hujan itu. Lagu yang terkenal untuk generasi era 1960-an dan awal 1970-an, melalui band Rock n Roll yang bernama Creedence Clearwater Revival (CCR).

Liriknya seperti ini;

Someone told me long ago theres a calm before the storm,
I know; its been comin for some time
When its over, so they say, itll rain a sunny day,
I know; shinin down like water

I want to know, have you ever seen the rain?
I want to know, have you ever seen the rain?
Comin down on a sunny day

Yesterday, and days before, sun is cold and rain is hard,
I know; been that way for all my time
til forever, on it goes through the circle, fast and slow,
I know; it cant stop, I wonder

I want to know, have you ever seen the rain?
I want to know, have you ever seen the rain?
Comin down on a sunny day

Yeah!

I want to know, have you ever seen the rain?
I want to know, have you ever seen the rain?
Comin down on a sunny day

Someone told me long ago theres a calm before the storm,
I know; its been comin for some time
When its over, so they say, itll rain a sunny day,
I know; shinin down like water

I want to know, have you ever seen the rain?
I want to know, have you ever seen the rain?
Comin down on a sunny day.

Yang mana pada waktu itu, tersebar puluhan panggung dalam festival musik tersebut. Semua orang boleh memilih band apa saja, yang mereka sukai dan kagumi. Tetapi musik sederhana CCR, membuat penonton rela menunggunya. Heeeee… inilah kehebatan pembangunan produk budaya dalam kehidupan manusia, Great.

Dalam setiap karya yang dihasilkan, semangat kerakyatan muncul dengan deras di hampir sebagian besar musik ciptaan grup band ini. Dalam liriknya, menerbitkan persoalan kehidupan yang dialami kelas buruh di Amerika sana. Kehidupan sehari-hari menjadi inspirasi yang tiada henti untuk digali, bagaimana alam dengan bentukkannya seperti hujan dan sungai juga melanda imaji mereka. Dalam hal ini, musik sebagai produk budaya mampu menggerakan manusia dalam suatu perubahan besar. Ketimbang hanya sekedar bicara tentang dunia materi, atau kemudian prestise sosial semata.

***

Kenapa saya harus memastikan membicarakan Jhon Fogerty dan CCR-nya! Ini dikarenakan dalam perjalanan grup musik ini sempat berhadap-hadapan dengan kapitalisasi dunia, yang selama ini lebih diunggulkan oleh banyak orang. Dalam perjalanan mereka grup ini pecah belah di tahun 1972, apalagi pada saat itu urusan bertambah pelik. Dimana perusahaan rekaman mengambil alih hak cipta, atas lagu-lagunya. Hal ini yang menyebabkannya mundur cukup lama dari panggung dunia hiburan.

Selama Dua Puluh Tahun perjalanan sepi Ia lalui, maka pada suatu hari di tahun 1995. Ia mampir tanpa sengaja untuk menziarahi Robert Johnson di pinggiran sungai Missisippi, seketika pengaruh Jhonson masuk kembali dalam pikirannya. Dimana dalam perenungan tersebut, musik bukan sekedar bicara masalah uang atau royalti. Namun musik adalah bicara tentang kebudayaan dan musik sebagai produk budaya, memberi pengaruh pada kehidupan umat manusia. Tiada peduli pada setumpuk keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan rekaman, karena musik adalah inspirasi kehidupan. Yang mana mampu membentuk pola pembangunan berkebudayaan.

Inilah yang dinamakan inspirasi atau imajinasi dari kecerdasan emosional, yang membentuk produk-produk kebudayaan. Dalam hal iniSternberg dan Salovery (1997) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali emosi diri, yang merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul, dan ia mampu mengenali emosinya sendiri apabila ia memiliki kepekaan yang tinggi atas perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan-keputusan secara mantap.

Lalu muncullah kemampuan motivasi untuk memberikan semangat kepada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat. Dalam hal ini terkandung adanya unsur harapan dan optimisme yang tinggi, sehingga memiliki kekuatan semangat untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, misalnya dalam hal belajar. Seperti apa yang kita cita-citakan dapat diraih dan mengisyaratkan adanya suatu perjalanan yang harus ditempuh dari suatu posisi di mana kita berada ke titik pencapaian kita dalam kurun waktu tertentu.

***

Dari hal ini tentu kita dapat mengambil suatu hikmah besar, dimana produk budaya dalam bentuk lirik-lirik musik sederhana John Fogerty memang relevan sebagai contoh. Dari kemampuan membangun semangat berkehidupan dalam kebudayaan. Membangun Bangsa ini, bukan harus ditata seperti tumpukan batu untuk membuat tembok yang tebal. Dimana nilai-nilai keberhasilan hanya dihitung oleh uang semata, tetapi nilai yang dijunjung dalam kebudayaan adalah karya.

Sejauh mana manusia mampu berkarya, tentu akan membuat manusia tidak lagi terkekang pada keadaan terpinggirkan oleh budaya konsumerisme tinggi. Dalam suatu renungan lebih dalam, adalah bagaimana para Nabi dan Orang-orang suci membangun sebuah kepercayaan tidak berdasarkan nominal ekonomi. Apakah kita masih tetap buta untuk tidak belajar dari hal-hal yang sepele, dan seringkali menjadi petuah bijak dalam kehidupan manusia terdahulu.









________________________________
Penulis/peresensi adalah Alumni PMII Komisariat Universitas Tribuana (Country) Malang.

Leave a Reply