Max Havelaar, Romantika Sejarah Kolonialisme

in 1


Oleh: H. Ronall J Warsa

"Nak, jika mereka memberitahumu bahwa aku adalah bajingan yang tidak memiliki keberanian melakukan keadilan... bahwa banyak ibu yang meninggal karena kesalahanku....ketika mereka berkata bahwa ayah melalaikan tugas yang telah mencuri berkah dalam kepalamu....oh, Max, Max, beritahu mereka betapa menderitanya aku!". (Multatuli) 

Mengapa pada saat itu buku ini mampu membuka mata dunia tentang busuknya Kolonialisme Hindia Belanda, dan mampu memberikan ilham bagi bangsa Indonesia untuk merdeka. Terbit pada tahun 1860 dengan menggunakan bahasa Belanda, yang kemudian diakui sebagai karya sastra Belanda yang mempelopori gaya tulisan baru. Karena buku ini ditulis oleh orang yang memang mengalami dan menemui dengan mata kepala sendiri. Bagaimana proses kerja rodi yang dibebankan pada rakyat Indonesia pada saat itu telah melampaui batas bahkan E. Douwes Dekker menjumpai praktik-praktikl pemerasan yang dilakukan oleh Bupati Lebak dan para pejabatnya dengan meminta hasil bumi dan ternak kepada rakyatnya.

Hal ini yang membuat Eduard, harus kehilangan pekerjaan akibat bentrok dengan atasannya. Usahanya untuk mencari pekerjaan selalu menemui kegagalan. Tetapi segala pengalaman tentang hal-hal diatas yang membuat, Ia mampu meramu karyanya ini dengan bahasa sastra yang lembut tapi sangat telak menghantam segala bentuk penindasan yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda. 

Beberapa hal yang menarik tentang proses Penjajahan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda dalam buku ini. Seperti yang disebutkan dalam Hal. 73. Negeri Belanda sebagai pemegang kekuasaan, namun pemerintahan langsung kurang lebih masih berada di tangan pimpinan pribumi sendiri. Di sini tidak diragukan lagi ada upeti atau retribusi, juga persekutuan. Orang jawa adalah warga negara Belanda. Raja Belanda adalah raja orang jawa. Keturunan dari pangeran dan bangsawannya yang terdahulu adalah pejabat berbangsa Belanda. Mereka ditetapkan, ditransfer, dipromosikan, dipecat oleh Gubernur Jendral, yang berkuasa atas nama raja. Penjahat diputuskan dan dihukum berdasarkan hukum yang dibuat The Hague. Pajak yang dibayar oleh masyarakat jawa, mengalir masuk ke Bendahara Negara Belanda. Dalam hal ini, bagaimana rantai pemerasan terhadap rakyat ternyata mengikutkan raja-raja pribumi (antek belanda) dengan mengatasnamakan Hindia Belanda. 

Bagaimana pada Bab 17, diceritakan. Tentang, Ayah Saijah yang memiliki seekor kerbau dan digunakan untuk mengolah tanahnya, diambil paksa oleh Pemimpin Distrik Parangkujang. Hingga Ayah Saijah merasa sangat sedih dan sama sekali tidak berbicara dengan orang-orang dekatnya selama berhari-hari. Dimana perasaan orang, yang telah kehilangan alat produksinya benar-benar khawatir tidak mampu memberi makan istri dan kedua orang anaknya. Hal tersebut belum seberapa dibanding hukuman yang diterima akibat terlambat membayar pajak. Akhirnya kemudian orang ini menjual Keris Pusaka warisan keluarga pada seorang Cina untuk membeli kerbau baru. Tetapi kisah tragis itu kembali terulang dan kali ini ayah Saijah melarikan diri dari desa seorang diri. Dan proses penjajahan tetap berlangsung, yang untuk kali ini menimpa Saijah sendiri. 

Pada bulan September 1859, ketika istrinya didesak untuk mengajukan cerai, E. Douwes Dekker mengurung diri di sebuah kamar hotel di Brussel dan menulis buku ini "Max Havelaar". Ia menggunakan nama samaran 'Multatuli'. Nama ini berasal dari bahasa Latin dan berarti "'Aku sudah menderita cukup banyak'" atau "'Aku sudah banyak menderita'"; di sini, aku dapat berarti Eduard Douwes Dekker sendiri atau rakyat yang terjajah. Di Indonesia, karya ini sangat dihargai karena untuk pertama kalinya inilah karya yang dengan jelas dan lantang membeberkan nasib buruk rakyat yang dijajah. 

Hermann Hesse dalam bukunya berjudul: Die Welt Bibliothek (Perpustakaan Dunia) memasukkan Max Havelaar dalam deret buku bacaan yang sangat dikaguminya. Bahkan Max Havelaar sekarang menjadi bacaan wajib di sekolah-sekolah di Belanda. Saat ini dimana buku-buku baru terbit dengan sesuatu yang tertinggal, yaitu rasa serta dedikasi untuk bangsa Indonesia. Maka kemunculan buku Max Havelaar adalah sesuatu yang membantu kita mengingatkan perjuangan bangsa ini dari cengkeraman penjajahan. Dan sudah seharusnya buku ini menjadi bacaan wajib bagi sekolah-sekolah yang ada di Republik Indonesia.



Informasi Buku





Judul             : Max Havelaar
Penulis         : Multatuli (Eduard Douwes Dekker)
Penerjemah : Andi Tenri W
Penerbit       : NARASI, Jl. Irian Jaya D-24, Perum Nogotirto II, Cetakan Pertama 2008
Tebal            : 396 halaman.
Harga           : Rp 68.000

________________________________
Penulis/peresensi adalah Alumni PMII Komisariat Universitas Tribuana (Country) Malang.

One Response to “Max Havelaar, Romantika Sejarah Kolonialisme”

  1. Salam Pecinta Buku!
    kunjungi fb kami. utk pemesanan buku2 pergerakan termasuk buku Max Havelaar ini.

    Harga Rp 68.000,-
    diskon 15% Rp 57.800,-

    http://www.facebook.com/deltabuku.tokobukujogjaonline

    BalasHapus