BERJALAN DI ATAS REL BUNTU

in 1


Oleh: Anhar Vika

Awalnya arewhi ingin menulis dengan judul “logika hidup” lalu berubah menjadi “perinsip hidup” namun, dalam hipotesis arewhi ada hal yang bertentangan atau tak searah dengan “logika hidup”, arewhi juga belum percaya penuh tulisan ini adalah “perinsip hidup” yang kaku sepeti tembok beton kamar mandi arewhi. Atau mungkin ini bisa disebut life is choice. Ahai… keren betul eeeee… Setelah arewhi menulis ternyata pantasnya judul ini adalah “kereta api dan kodok” lalu arewhi membaca berulang-ulang sebaiknya temanya filsafat,,eh filsafat,,hahahaha firasat kale’,,,,, entahlah,,,apapun itu yang jelas mirip cemoohan hidupku..
Perinsip hidup ibarat sebuah rel kereta api semestinya berjalan lurus sesuai dengan rel-rel yang ada, dan pastikan berhenti di stasion tujuan, tidak ada alasan bagi kereta kesasar, seperti pengendara sepeda motor, mobil atau orang yang berjalan di tengah hutan. Namun, harus kita ingat perbedaan antara kereta api dengan manusia adalah kereta api hanya berjalan sesuai rel-rel yang sudah disediakan dan tidak ada naluri sedikitpun ingin keluar dari jalur rel itu atau berfikif mencari pengalaman di luar rel, nanti di suatu saat kereta tersebut akan kembali ke-rel itu lagi. Kalaupun itu benar adanya, bisa di pastikan kereta itu tidak selamat, tidak originil lagi, pastikan banyak orang tidak akan percaya pada kereta tersebut, walau pun sebenarnya kereta itu sudah bertaubat dan berjanji pada Allah tidak akan mengulangi perbuatannya lagi (kereta yang mengong).
Kalau manusia selalu berpikir ingin keluar dari rel, manusia selalu beranggapan rel-rel itu adalah kekangan atau sebuah tekanan hidup, bertentanga dengan hakekat kemerdekaan sifat mahluk hidup,  ibarat seekor kodok dalam tempurung yang ingin tau apa kehidupan di luar sana?  (hahaha..apa ada ya,,, kodok yang cerdas? Ada atau tidak yang jelas ini kodok bukan sebarangan kodok, ini kodok yang pandai, cerdik, dan licik. hahahahaha…) Sebelum ia bertindak mencari jalan keluar dari tempurung, di otaknya sudah ter-isi sekumpulan ide-ide “di luar sana ada sesuatu yang wah…” karena ini hanya seeokor kodok dia tidak berpikir akan ada mara-bahaya yang mengancam sel spermanya, tetapi kita pastikan saja dan berdoalah agar tidak ada yang terjadi padanya karena dia adalah kodok yang cerdas,,, hemmm.
Setelah kodok keluar dari tempurung dan dia tinggal bersama kita di atas bumi tempat kita berpijak,,, pertama dia bertemu dengan kodok B gaul, memberi pengantar hidup di bumi “hai men, lo kalau tinggal di bumi,,, kudu tau hidup di bumi itu bagaimana? gak ada cewek yang mau lo ajak berbagi dalam duka, tak ada temen yang bisa lo ajak  dalam sengsara, lo…lo…gua…gua…!” lalu kodok C tua, juga menjawab dengan kata bijak “di dunia tuhan hanya menciptakan suka, duka itu ada ketika suka tiada.” Lansung disambung oleh kodok B gaul,, “benar men… tapi sebenarnya orang susah mencari suka karena manusia itu selalu hidup dalam duka, senang itu ada karena diciptakan akal mereka sendiri karena adanya kelas bangsawan atau pemodal” mereka menciptakan sebuah pola pikir hidup kesengsaraan itu tidak enak, mungkin karena mereka sudah terbiasa dengan kehidupan mereka yang serba ada, kemudian mereka kehilangan sebagian dari itu.
Contohnya; ketika hp mereka rusak atau tidak ada jaringan, atau sepeda motornya rusak, hidup mereka hampa men.. Yang lebih anehnya ada keinginan-keinginan manusia yang melebihi dari kebutuhan mereka namun mereka tetap mengategorikan itu adalah sebagian dari kebutuhan baik primer maupun skunder. Lalu canda kodok C “gak iso internetan..ndeso” kodok mengong (B gaul) ini salah, dia hanya iri dengan keadaan mereka yang serba ada, dia juga sering mengatakan kepada yang lain, dengan alasan norma-norma hidup, aturan hidup, bahkan agama, padahal dia sebenarnya juga mengimpikian hidup seperti itu. Dia juga tidak bisa manjawab kalau tuhannya juga di ciptakan oleh pikirannya sendiri. Tuhan dan takdir adalah jawaban-jawaban tatkala dia berada dalam ketidakkuasaanya, atau lontarkan ketika ada ruang kosong yang tak dapat didefinisikan oleh pikirannya (baca simbolistik) sehingga dia menyimpulkan “ada sesuatu kekuatan besar di luar pikiran kita yang mampu menciptakan semua sedemikian rupa dan menginginkan hal ini terjadi” terus jangan juga katakan hal ini adalah pemikiran sekuler, karena, otakmulah yang membuat aku berpikir sekluler.
Kodok B gaul menjawab “ah, tidak...” cobalihat ketika orang kaya mencari ketenangan batin ketempat sunyi, perumahan, pergi kesuatu tempat yang di mana tidak ada teknologi, serba alami, hidup terbang tanpa ada beban kantor usaha melilit hingga kerongga nafasnya. Lalu Mengapa mereka mengatakan hidup alami seperti itu indah..? Anak-anak mereka ingin bermain lupur di sawah, dan menghirup udara tanpa asap pabrik milik tetangga mereka, anak-anak mereka ingin bermain dengan kupu-kupu, capung katanya indah, anak-anak mereka juga ingin memberi pakan kambing dan sapi yang katanya itu momen langka dalam hidupnya. Yang mengatakan itu jorok,kotor, bauk adalah orang tua mereka yang sebenarnya lahir di kampung namun ada pikiran sombong setelah mereka hijrah ke- kota.
Pokok e aku gak mau tau, ujar kodok C tua.  Yang jelas hidup berada dengan mereka miliki dan kita tidak miliki hal itu, apapun bentuknya itu tidak enak... sekarang saya tanya mana yang enak antara hidup pas-pasan “pas butuh mobil ada mobil, pas butuh rumah ada rumah, pas butuh uang ada uang” atau “pas-adanya aja. Ya kalau pas ada mobil, kita pakai mobil. Ya kalau pas ada rumah, kita tinggal di rumah. Ya kalau pas ada uang, kita beli makan” yang jelas sangat pedih kalau pas kita butuh mobil, gak ada mobil. Pas butuh duit, gak ada duit. Begitu panjang lebar perdebatan antara kodok B gaul dan kotok C tua, lalu kodok tempurung meninggalkan mereka begitu saja…. Dia berkesimpulan, kodok di bumi adalah kodok yang gila karena mereka sadar dan berpikir…….
Manusia akan berpikir, apa cerita yang saya buat hingga mereka mengenang saya nanti, masa hidup itu bisa-biasa saja, lahir, bayi, sekolah SD, SMP, SMA, KULIAH, punya pekerjaan, menikah, punya anak, tua, lalu mati dimakan cacing. Padahal hidup itu enak, kecil bahagia, muda foya-foya (senang tok), tua kaya raya, mati masuk surga. Apa ada ya, orang yang sudah di alam kubur sana dia suka dipuji sama manusia di bumi…? Sepertinya gak penting beudz,,,,,!!!!!!!!!! Mau dikenang-atau tidak dia sudah mati jendral….. Yiah,,,Ah,,,Entah kenapa aku ingat mukanya Budi Handuk. Bego’-bego’… Romeo dan Juliet. Dikenang,, cih,,dikenang,,tapi jangan Cuma dapat apesnya doank… harus dipastikan dulu sebelum berperang sudah menang duluan.
Ada dua hal tidak terlepas dalam prinsip-prinsip hidup yaitu baik dan buruk, penilaian seseorang hampir tidak ditemukan ada perinsip lain di antara keduanya, meskipun benar ada perinsip hidup masarakat simeulue (baca perinsip hidup masyarakat samaratan) di kecualikan ketika mereka melakukan keburukan demi menolong orang lain, karena tanpa mereka tidak ada hal lain yang dapat menjadikan baik, mereka sadar apa yang mereka lakukan adalah salah menurut aturan Negara namun mereka percaya ini baik meskipun salah. tetapi, tetap saja tidak mengubah apapun, jika “baik” kita gambarkan ibarat secarik kertas putih terdapat setitik noda hitam, akan disimpulkan kertas yang kotor. Sebaliknya “buruk” kita ibaratkan secarik kertas hitam ada setitik suci putih, tidak bisa disimpulkan kertas hitam yang suci. Jadi kesimpulannya putih bisa jadi hitam dan hitam tidak bisa jadi putih, tentu pernyataan ini banyak orang yang menyangkal, karena beralasan pada kata  “taubat”. Najis kata roma irama ada orang yang katanya bertaubat……………
Taubat adalah jalan terakhir orang berdosa agar kembali kejalan benar dan mendapat pahala. Namun mengapa kata taubat itu ada? ketika prisip-prinsip hidup itu baik=pahala dan buruk=dosa, taubat=………..apa? mari kita berpikir sejenak. Kalau putih=suci kalau hitam=noda, jadi putih+hitam=abu-abu. Kalau suci=pahala dan noda=dosa, jadi dosa+pahala=taubat. Kesimpulannya adalah taubat=abu-abu. Sekarang kita sudah mendapat kata taubat, mekipun makna kata itu belum sempurna. Nah… kata ini, juga sering kita dengar dalam ceramah “jangan engkau meletakkan posisimu di antara keduanya yaitu abu-abu” namun kata ini, sering diterjemahkan dalam bahasa lain. Misalnya; politik itu abu-abu, politik itu tidak ada lawan dan tidak ada kawan yang ada adalah kepentingan. Benar, tetapi masalah dosa dan pahala tidak dapat dipolitisir. Jadi kata taubat jauh berbeda makna dari kata “kepentingan”. Penting gak ccccccccceeeeeeeeeeeeee…………

Sakno rekkkkkk…
Malang 18 Des 2011

One Response to “BERJALAN DI ATAS REL BUNTU”