Potret Unik Dibalik Era Global

in 0

Situasi global saat ini memang penuh warna. Ada beberapa persoalan internasional yang membuat dahi kita berkerut serius, bahkan sering lupa untuk sekedar tersenyum. Akan tetapi, di belahan bumi lain, berita-berita unik dan mengundang dahi kita berkerut bertanya sambil tersenyum simpul masih dapat kita temui sebagai bagian dari warna era global. Misalnya kenaikan takhta bocah 12 tahun menjadi Maharaja Jaipur di berita rubrik Internasional Jawapos, Jum'at 29 April 2011 ini.


Padahal era kerajaan adalah sistem pemerintahan jauh masa lalu yang sekarang mungkin menjadi klasik dan tinggal sejarah di belahan bumi lain. Sejak masuknya arus modernitas yang berdampak pada perubahan status kerajaan-kerajaan menjadi negara dalam konteks hubungan intenasional, keberadaan kerajaan berikut berbagai atribut sosial dan gemerlap harta dibaliknya yang akrab dengan sebutan tahkta ini akan serta merta kita cap kuno, masa lalu, ketinggalan jaman, peradaban terbelakang dan lain sebagainya.

Seperti kita pelajari di Sosiologi, istilah negara mulai dikenal pada masa Renaissance di Eropa dalam abad XV melalui Niccolo Machiavelli yang mengenalkan istilah Lo Stato dalam bukunya yang berjudul Il Principe. Lo Stato pada masa itu digunakan untuk menyebut pihak yang diperintah (dependent). Sejak munculnya konsepsi negara ini, praktis mereduksi berbagai tatanan sistem kerajaan dan pola hubungan apapun pada konstalasi global, yakni atas nama negara.

Eksekusi sistem dan nilai ini terkait dengan era pencerahan yang mendasari konsepsi negara dalam sistem yang adil, demokratis, persamaan hak bersuara sekaligus mencalonkan diri menjadi penguasa, dan lain sebagainya. Situasi eksekusi sistem yang menggoblal itu kemudian membuat hal-hal yang lahir dari dinamika kerajaan menjadi unik dan menarik. Eksotika kerajaan ini menjadi bagian penghibur dari pernik dunia internasional yang berbasis kompetisi murni, rasional, persamaan hak dan kebeasan dan lain sebagainya.

Bandingkan dengan era masa lalu yang penuh dengan berbagai mitos, takdir, kepasrahan dan pengabdian sebagai nilai dan sistem sosial yang tumbuh di era pemerintahan kerajaan-kerajaan. Begitupun yang dialami Kumar Padmanabh Singh. Bocah 12 tahun ini memang ditakdirkan menjadi raja setelah menjadi anak angkat Maharaja Jaipur Sawai BhawaniSing di kota Jaipur yang juga dijuluki sebagai pink city di India. Ia mewarisi harta dan takhta yang melimpah.

Tidak mengherankan jika istana kerajaan dengan berbagai atribut sosialnya saat ini menjadi jujukan wisatawan. Jogajakarta misalnya menjadi sangat molek saat mereka melakukan ritual-ritual kerajaan sebagai tradisi yang terus diwariskan turun temurun. Di Inggris mungkin, pernikahan Pangeran William dengan Kate Middleton adalah fenomena keunikan di era global saat ini bagi mereka yang mampu mempertahankan eksistensi sejarah masa lalu. Padahal, bukankah modernitas dan era pencerahan seperti revolusi industri justru tumbuh di negara ini?

Maka penulis sepakat dengan adigium dari aktivis Sosial Internasional Patrick Geddes : Think Globally, Act Locally. Dengan demkian sesungguhnya kita membangun tatanan dunia global yang multikultur, beragam, menarik dan tentu saja menjadi unik dan indah.

Leave a Reply