Potret Kemiskinan: Anak –Anak Semakin Banyak Turun ke Jalan
-----
Faqih Al Asy'ari
-----
Seiring pertumbuhan kota Malang, anak-anak yang turun ke jalan sebagai pengamen dan peminta-peminta terus bertambah, memberikan sentuhan warna ironi modernitas kota Malang. Sebagian besar dari mereka adalah anak asli Malang dan sebagian kecil lain adalah pendatang.
Demikian disampaikan
oleh Agustinus Tedja, ketua umum Jaringan Kemanusiaa Jawa Timur (JKJT) di
rumahnya jalan Bali kota Malang saat saya dan sahabati Nurul bertamu ke markas JKTK itu. “sekarang ada sekitar 680 lebih anak-anak saya
(anak jalanan). Padahal Desember kemarin
masih 560-an anak. Belum termasuk mereka yang berkeliaran dan tidak saya kenal”.
Mas Tedja menambahkan ini sebagai potret kemiskinan dan minimnya kesadaran yang benar akan kasih sayang orang tua. “Kita juga tidak kenal lelah memberikan kesadaran kepada orang tua agar tidak memberlakukan anak-anak seperti budak” ujar Mas Tedja yang dulu gondrong kini berambut cepak.
Mas Tedja menambahkan ini sebagai potret kemiskinan dan minimnya kesadaran yang benar akan kasih sayang orang tua. “Kita juga tidak kenal lelah memberikan kesadaran kepada orang tua agar tidak memberlakukan anak-anak seperti budak” ujar Mas Tedja yang dulu gondrong kini berambut cepak.
Akibatnya, banyak anak-anak terancam masa depannya. “Mereka
harus tetap sekolah. Selain di sekolah terbuka, mereka belajar di sini,” ujar
Tedja yang juga membina pendidikan anak-anak bangsa tersebut secara reguler
setiap hari dengan melibatkan banyak volunter (sukarelawan) dari berbagai
mahasiswa perguruan tinggi di Malang.
Sementara itu akademisi dan aktifis sosial UMM yang juga dosen saya Bapak Rahmat K Dwi
Susilo menyesalkan pemerintah kota Malang yang terlalu sibuk dengan
pengembangan kota, akan tetapi melupakan berbagai permasalahan laten yang
mengiringi pembangunan. “Saat ini negara (pemkot dan dewan) sibuk ngurusi
investor dan tidak lagi penduli orang miskin”. Ujar dosen di fakultas FISP UMM
ini. Akibatnya, berbagai ironi pembangunan kemudian berkembang memprihatinkan
sebagai dampak dari berbagai depresi kemiskinan.