Bulan Ramadhan, Saatnya Rekonsiliasi.

in 0

Oleh: Abdul Karim Abbraham
 
Berbagai macam makna yang diambil para agamawan, guru, orang tua, aktivis social, hingga politisi untuk memaknai momen bulan ramadhan, bulan yang diartikan dengan kepentingannya masing masing, sebagai waktu yang tepat untuk melakukan kampanye kebaikan bersama dengan hati yang tulus, juga memaknai dengan pesan social yang tendensius.

Sangat sering bulan ramadhan diartikan waktunya berbuat baik, saatnya berbagi, dan menyetop kegiatan-kegiatan yang dianngap maksiat. Tak jarang sebagian orang memaknainya dengan menyibak sisi-sisi kesehatan tubuh, setelah selama setahun bekerja, diberilah waktu untuk organ tubuh untuk beristirahat sejenak. Dan tentunya berbagai prespektif lain dalam memaknainya.


Pemaknaan yang lazim kita dengar tersbut, ternyata tidak mempunyai efek yang sangat panjang terhadap kehidupan bersosial kita. Kebaikan untuk saling membantu, berbagi dan kebaikan mulia lainnya kemudian tiba-tiba perlahan hilang berbarengan berakhirnya bulan ramadhan.

Bulan ramadhan kali ini, kebetulan berbarengan dengan bulan agustus, bulan yang juga disakralkan oleh seluruh rakyat Indonesia. 65 tahun Indonesia merdeka, dalam rentan waktu cukup lama tersebut, bangsa kita juga belum menyelesaikan berbagai persoalan yang dicita-citakan founding father negeri ini. Mulai dari carut marutnya system kenegaraan, sampai pada persoalan anak jalanan yang juga belum diurusi oleh Negara, sebagaiman yang diamanatkan oleh UUD 1945.

Setidaknya pada bulan puasa kali ini, pemerintah melakukan refleksi terhadap perjalanannya, perjalanan yang bukan hanya keberhasilan diingatnya, namun kebijakan-kebijakan yang tidak populis pada masa silam, segera dijadikan pelajaran agar kedepannya tidak terulang kembali, tidak lagi mengorbankan rakyat jelata.

Sayangnya, budaya meminta maaf atas nama lembaga pemerintah di negeri ini belum ada layaknya di jepang dan Australia. Misalnya di jepang, PM jepang sebagai symbol Negara meminta maaf secara terbuka atas kesalahan masa lalu, saat para tentara jepang di Negara-negara jajahannya menodai wanita wanita. Walaupun berbeda masa pemerintahan, jepang mengakui bahwa itu adalah kesalahan.

Mengakui kesalahan hari ini menjadi penting. Mudah-mudahan di bulan ramadhan ini, pemerintah bisa mengoreksi kembali kejadian kejadian masa lalu. Pembunuhan jutaan anggota PKI tahun 65-66, hingga pada hilangnya beberapa aktivis mahasiswa di tahun 98 perlu dikoreksi kembali, jika terbukti ada keterlibatan Negara secara structural, akui saja secara terbuka, dan meminta maaf terhadap seluruh korban. Saatnya rekonsiliasi untuk menciptakan hubungan yang sinergis antara pemerintah dan rakyat Indonesia, seluruhnya, bukan sebagian.
_________________________
Penulis adalah mahasiswa Unmuh malang Jurusan Hubungan Internasional Fisip.

Leave a Reply