Babak Baru si Televisi

in 1

Oleh: Cheng Prudjung


Perkembangan teknologi media komunikasi seperti televisi (TV) telah masuk pada babak baru berupa babak digital, dimana sistem pemancar dan penerimaan informasi gambar dan suara telah menggunakan sistem kode berbentuk bit. Perkembangan ini di satu sisi adalah kemenangan manusia dalam pengelolaan sumberdaya untuk memudahkan aktifitas hidup manusia, namun di sisi lain, perlu ada kajian menyangkut perkembangan teknologi, sehubungan dengan responsibilitas masyarakat.

Kelebihan TV Digital Secara teknis, salah satunya adalah, lebar pita frekuensi yang digunakan untuk analog dan digital berbanding 1 : 6 artinya bila pada teknologi analog memerlukan pita selebar 8 MHz untuk satu kanal transmisi, maka pada teknologi digital dengan lebar pita frekuensi yang sama dengan teknik multiplek dapat digunakan untuk memancarkan sebanyak 6 hingga 8 kanal transmisi sekaligus dengan program yang berbeda tentunya. Hal ini menjadikan perusahaan penyiaran dapat menekan biaya produksi, terutama pada biaya operasional penyiarannya.


Di Amerika Serikat, melalui Undang-Undang Pengurangan Defisit tahun 2005 yang telah disetujui oleh Kongres, setiap stasiun televisi lokal yang berdaya penuh diminta untuk mematikan saluran analog mereka pada tanggal 17 Februari 2009 dan meneruskan siaran dalam bentuk digital secara eksklusif. Sementara Jepang akan memulai siaran televisi digital secara massal pada tahun 2011.

Televisi digital di Indonesia mulai diuji coba pada tahun 2006, beberapa pelaku bisnis pertelevisian Indonesia seperti PT Super Save Elektronik melakukan uji coba siaran digital bulan April-Mei 2006 di saluran 27 UHF dengan format DMB-T (Cina), sementara TVRI/RCTI melakukan uji coba siaran digital bulan Juli-Oktober 2006 di saluran 34 UHF dengan format DVB-T. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor:07/P/M.KOMINFO/3/2007 tanggal 21 Maret 2007 tentang Standar Penyiaran Digital Terestrial untuk Televisi Tidak Bergerak di Indonesia, menetapkan DVB-T ditetapkan sebagai standar penyiaran televisi digital teresterial Tidak Bergerak.

Beberapa uji coba yang dilakukan oleh perusahaan atau operator televisi hanya sebatas uji coba secara teknis, hingga saat ini belum ada upaya untuk melakukan survey mengenai dampak perkembangan teknologi digital ini. Paling tidak survey tersebut dapat menjadi bahan acuan yang selanjutnya dapat diatur dalam kode etik penyiaran, hal tersebut mengingat bahwa transisi TV analog ke TV digital tidak hanya akan membawa perubahan teknologi semata, akan tetapi akan memberikan efek kepada kondisi sosial-budaya masyarakat Indonesia.

Masyarakat Televisi
Televisi di Indonesia Mulai dikembangkan sejak tahun 1962, saat itu stasiun televisi milik Indonesia adalah TVRI. Pada tahun-tahun perkembangan televisi di Indonesia, kebutuhan masyarakat akan media informasi telah terpenuhi dengan siaran-siaran berita dari TVRI. Dalam perkembangannya, televisi tidak hanya menjawab kebutuhan masyarakat akan media informasi dan hiburan di satu sisi, melainkan telah memiliki “senjata” sendiri yang berusaha menarik perhatian masyarakan dan menghegemoni mereka.

Berbagai produksi televisi di Indonesia yang sempat mendapat kecaman dari masyarakat, menjadi bukti bahwa pihak pengelola televisi harus jeli melihat perkembangan budaya masyarakat dari efek siaran televisi. Apalagi televisi di Indonesia sudah menjadi media yang mendorong berbagai perubahan-perubahan perilaku masyarakat. Contohnya tayangan sinetron atau Film remaja yang kemudian memperkenalkan teks-teks baru, seperti “capek deh”, “kacian deh lu”, dan berbagai produksi teks yang kemudian dikonsumsi habis-habisan oleh remaja.

Arah perkembangan teknologi harus menjelaskan gambaran situasi sosial kemasyarakatan dari efek yang akan dibentuknya, apalagi program yang telah dicanangkan oleh pemerintah seperti desa bordering dan desa pinter, yang merupakan proyek memasukkan akses telfon dan internet ke ribuan desa di pelosok tanah air.

Sosialisasi tentang dampak perkembangan teknologi ini harus menjadi program andalan di tengah berbagai program pembangunan daerah yang lainnya. Hal tersebut untuk menghindari sikap latah dari masyarakat yang menggunakan perangkat teknologi dan mengkonsumsi berbagai budaya baru yang ditawarkan oleh televisi dan media yang lainnya.

Akhirnya, perkembangan teknologi digital ini memang harus disambut dengan kepala yang kritis, hal tersebut dilakukan demi menghindari situasi menghambakan diri terhadap perkembangan teknologi. Apalagi taraf pendidikan masyarakat tidak memberikan jaminan bagi mereka untuk dapat menyaring berbagai budaya televisi yang dimunculkan melalui gambar dan suara.

One Response to “Babak Baru si Televisi”