Membincang Epistemologi Plato dan Aristoteles

in 0

Oleh:  Eeng Rizky Rahmatullah Ass Shilmy

Epistemologi merupakan topik yang menarik dalam filsafat, apalagi kalau kita melihatnya secara kronologis dari mulai jaman Yunani Kuno hingga ke masa postmodern dewasa ini. Perkembangannya sejalan kalau tidak dapat dikatakan identik dengan perkembangan filsafat, bahan ilmu pengetahuan pada umumnya. Selain ontologi —bagian filsafat yang mengkaji tentang ‘ada’ atau ‘realitas sejati’— epistemologi sebagai bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat. Dengan pengertian itu epistemologi tentu saja menentukan karakter pengetahuan, bahkan menentukan “kebenaran” macam apa yang dianggap patut diterima dan apa yang patut ditolak. 

Selama masa perkembangan filsafat asumsi-asumsi dasar epistemologis mengalami berbagai macam perubahan. Asumsi dasar yang satu digantikan oleh asumsi dasar lainnya. Ada juga asumsi dasar yang sempat tergusur tampil kembali sebagai rujukan di masa-masa berikut dengan berbagai polesan di sana-sini, misalnya pandangan kaum Sofis tentang tak terjangkaunya realitas sejati oleh manusia yang muncul lagi pada Derrida. Pasang-surut asumsi dasar dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam epistemologi merupakan dinamika yang meramaikan kehidupan filsafat. Dinamika ini melahirkan keasyikan tersendiri bagi peminat filsafat. Sebuah ajang pemikiran yang tak habis-habisnya.

Liku-liku dan lekuk-lekuk filsafat dalam epistemologi yang menjadikan filsafat sebagai pengetahuan dinamis barangkali merupakan tanda dari karakter manusia sebagai makhluk yang tak pernah berhenti berpikir, memaknai dunia, memaknai dirinya, dan mencoba untuk tidak menyerah begitu saja kepada ketidakmengertiannya. Seperti tokoh Sisiphus dalam pandangan Albert Camus, manusia ‘terkutuk’ untuk mendorong batu ke puncak Gunung Olimpus lalu menggelindingkannya kembali ke kakinya. Begitu terus menerus sampai akhir hidupnya. Sebuah upaya yang nampak sia-sia namun mengandung arti perjuangan manusia yang tak mudah menyerah pada kesia-siaan itu.
 
Plato dapat dikatakan sebagai filsuf pertama yang secara jelas mengemukakan epistemologi dalam filsafat, meskipun ia belum menggunakan istilah epistemologi. Filsuf Yunani berikutnya yang berbicara tentang epistemologi adalah Aristoteles. Ia murid Plato dan pernah tinggal bersama Plato selama kira-kira 20 tahun di Akademia.
 
Plato beranggapan ada 2 dunia: dunia ide dan dunia yang sedang dialami manusia (semu). Pandangan tentang dunia Plato ini berbeda dengan Aristoteles yang menegaskan hanya ada satu dunia yaitu dunia nyata yang sedang dijalani manusia. Pandangan tentang dunia ini mempengaruhi pandangan keduanya tentang kenyataan yang sejati. Bagi Plato kenyataan sejadi adalah ide. Ide-ide yang berasal dari dunia ide merupakan kenyataan yang sebenar-benarnya. Sedangkan bagi Aristoteles kenyataan sejati adalah segala sesuatu yang ada di alam dan dapat ditangkap oleh indra. Dengan pandangan tentang manusia dan kenyataan sejati yang berbeda, pandangan Plato juga berbeda dengan Aristoteles dalam hal apa itu manusia. Bagi Plato manusia terdiri dari badan dan jiwa. Jiwa abadi, badan fana (tidak abadi). Jiwa berasal dari dunia ide, terpenjara badan, dan selalu ingin kembali ke dunia ide.
 
Sementara Aristoteles memandang badan dan jiwa sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. Selain perbedaan pandangan tentang manusia, pandangan tentang asal pengetahuan keduanya pun berbeda. Asal pengetahuan bagi Plato adalah dunia ide. Namun pada saat manusia lahir ide sebagai pengetahuan sejati tertanam dalam jiwa yang ada dalam tubuh manusia. Untuk mendapatkan pengetahuan manusia harus mengeluarkannya dari dalam diri (anamnesis) dengan metoda ‘bidan’ yang sudah digunakan oleh Sokrates, berupa kegiatan dialektik tanya-jawab. Di sisi lain, bagi Aristoteles asal pengetahuan adalah kehidupan sehari-hari dan alam dunia nyata. Pengetahuan dapa diperoleh melalui kegiatan observasi dan abstraksi yang diolah dengan logika (analitika dan dialektika).

Perbedaan epistemologi Plato dan Aristoteles ini memiliki pengaruh besar terhadap para filsuf modern.

,span style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; font-size: small;">________________________
Eeng Rizky Rahmatullah Ass Shilmy adalah Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiah Malang dan Pengurus Rayon Ekonomi PMII Komisariat UMM.

Leave a Reply