MENGGUGAT FILOSOFI : Benarkah Penampilan Mencerminkan Kepribadian?

in 1

Oleh: Nashruddin Qawiyurrijal

“Penampilan Mencerminkan Kepribadian"
Siapa yang tak kenal ungkapan ini. Kita tentu pernah mendengarnya, bahkan sebagian dari kita mungkin sering mengucapkan atau pun menganutnya. Di lingkungan keluarga, di tempat-tempat pengajian, di sekolah, di kampus, di forum-forum, dan di tempat-tempat lain, ungkapan ini senantiasa dikumandangkan. Tuntutan untuk memeperbaiki penampilan jika ingin dinilai baik oleh masyarakat.
 
Sejak kita duduk di bangku sekolah dasar, kita selalu dituntut untuk berpenampilan rapi, kaki baju harus di dalam celana, harus pakai ikat pinggang, harus pakai sepatu hitam, dan peraturan-peraturan memaksa lain yang tak dapat lagi disebutkan satu persatu, saking banyaknya. Beranjak ke SMP, SMA, hingga ke Perguruan Tinggi, aturan-aturan atas nama kesopanan tersebut pun masih senantiasa membelenggu kita. Bayangkan saja, bagaimana standarisasi kesopanan yang dibangun di universitas, kita diharamkan memakai T-Shirt (kaos) masuk di ruang perkuliahan. Standarisasi kesopanan yang mengada-ada.

 
Doktrin penampilan mencerminkan kepribadian seakan-akan menjadi sebuah kebenaran yang tak dapat diganggu gugat. Orang-orang dengan penampilan amburadul, urak-urakan, rambut acak-acakan, baju lusuh tak disetrika dicibir dan dimaki disana-sini. Mereka dinilai lebih rendah dibandingkan orang-orang yang kemejanya licin karena setrikaaan, sepatunya mengkilap karena semiran, rambutnya tertata karena sisiran, dan yang duduknya selalu kelihatan tegap.
 
Dalam kajian Ilmu Komunikasi memang diyakini bahwa segala apa yang melekat di tubuh kita adalah simbol. Simbol yang merepresentasikan si pengguna simbol itu. Namun adalah sebuah kesalahan ketika kita dengan serta merta memberikan konklusi/kesimpulan atas penggunaan simbol itu, sebab terkadang hal tersebut adalah sebuah misinterpretasi. Interpretasi atas makna yang disimpulkan oleh komunikan ternyata berbeda dengan apa yang dimaksudkan oleh komunikator. Tentu saja satu-satunya cara untuk menghindari misinterpretasi ini adalah dengan melakukan cross check dan pengamatan yang lebih mendalam terhadap simbol tersebut sebelum memutuskan sebuah konklusi.
 
Sebagai seseorang yang berpendidikan atau meminjam istilah Bung Hatta, seorang intelegensia, pertanyaan-pertanyaan kritis sudah selayaknya kita lontarkan. Benarkah penampilan mencerminkan kepribadian? Tepatkah indikator-indikator kesopanan dan kemuliaan hati dinilai dari penampilan fisik yang mungkin bisa saja menipu, selayaknya pepatah Inggris yang mengatakan Look Can Be Deceiving (penampilan itu bisa menipu)?.
 
Menjawab pertanyaan tersebut tentu saja harus didasarkan pada empirisme kita. Hari ini kita harus menilik realitas sekeliling kita, bagaimana pengejawantahan filosofi penampilan senantiasa berbanding lurus dengan kepribadian seseorang, valid atau justru kian absurd (mengada-ngada) ?.

Berapa banyak penjahat-penjahat, penipu-penipu ulung yang berjas dan berdasi rapi berkeliaran disana-sini. Berapa banyak orang dengan penampilan bersih setiap saat ternyata tak punya hati, angkuh, bejat, dan tak punya jiwa altruis sama sekali?. Dan mari kita bandingkan dengan berapa banyak orang yang penampilannya urak-urakan , amburadul, dekil, bahkan compang-camping justru lebih mulia hatinya, lebih santun tutur bahasanya, lebih menghargai sesamanya, lebih punya sikap empati, dan lebih indah akhlaknya daripada mereka yang dipandang berkepribadian baik karena penampilannya?.
 
Menyikapi realitas faktuil tersebut, kita harus berani jujur pada diri sendiri bahwa penampilan ternyata tak selamanya mencerminkan keperibadian seseorang, sebab Look Can Be Deceiving. Penampilan kini banyak dijadikan sebagai topeng oleh mereka-mereka yang tak punya hati nurani. Tengoklah para koruptor bejat yang bersembunyi di balik penampilan bersihnya. Bersih di luar namun busuk di dalam.
 
So do not judge a book by the cover.
Jangan memvonis kepribadian seseorang hanya dari penampilannya.
Karena penampilan itu bisa menipu.
__________________________________
Penulis adalah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Jurusan Ilmu Komunikasi, Aktif di PMII sebagai Kordinator Bidang Kader dan Pemberdayaan Perempuan PMII Rayon Ahmad Dahlan Fisip UMM

One Response to “MENGGUGAT FILOSOFI : Benarkah Penampilan Mencerminkan Kepribadian?”

  1. lanjutkan kreasimu anak bangsa...
    dunia membutuhkan orang2 sepertimu..

    tangan terkepal dan maju kemuka.
    by:orie

    BalasHapus