Berceloteh Tentang Kaki
Oleh: Lalu Saepul Jahar
Kalau anda memilih, lebih baik memiliki kepala atau kaki saja? Apa jawaban anda? Kalau saya tentu saja memilih lebih baik punya kepala ketimbang punya kaki. Kenapa? Ya jelas, karena tanpa kaki saya bisa hidup tanpa kepala mana mungkin. Tapi tentu saya memilih memiliki keduanya. Tanpa kaki saya tidak bisa melakukan banyak aktivitas, alias terbatas. Pertanyaan kedua, jika kamu lebih mementingkan kepala, kenapa anda lebih sering menggunakan alas kaki ketimbang menggunakan topi? Ehm, mungkin karena saya akan lebih cepat terjangkit penyakit jika saya lebih jarang menggunakan alas kaki ketimbang topi. Karena survey membuktikan bahwa banyak penyakit yang diderita karena kaki dan tangan yang tidak sehat. Mungkin anda memiliki jawaban yang lain?.
Pertanyaan yang lain, kenapa anda lebih sering membasuh kaki ketimbang memakai shampo? Saya sendiri merasa lebih kotor jika kaki saya kotor ketimbang kepala saya yang kotor. Dan jawaban yang lain adalah seperti jawaban saya sebelumnya. Atau seperti ini, kenapa dalam wudhu, kepala hanya diusap sedangan kaki dibasuh.
Ada yang lain juga. Saya lebih mudah menilai seseorang dari kakinya ketimbang kepalanya. Apa contohnya? Seseorag yang memiliki kaki yang bersih, kuku-kuku kaki yang terawat, sudah bisa dipastikan dia adalah seseorang yang merawat diri sejak dini. Logikanya adalah, seseorang yang memiliki perhatian besar pada kakinya tentu akan memiliki perhatian yang jauh lebih besar pada kepalanya. Dan logika ini belum tentu berlaku sebaliknya. Atau yang lainnya, seseorang yang banyak memiliki luka dikakinya biasanya saya asumsikan sebagai orang yang senang beraktivitas. Senang balapan, senang bermain bola, atau mungkin senang mendaki gunung. Asumsi itu muncul tanpa saya harus melihat isi kepalanya. Bila melihat asumsi-asumsi ini tentu kita tidak bisa menampikkan pentingnya sepasang kaki bagi manusia. Baik secara fungsional maupun simbolik.
Apa kelebihan dari kepala? Ternyata ia tidak hanya memiliki esensi fungsional belaka. Ada esensi lain yang juga mengikutinya. Apa itu, ia ternyata adalah sebuah lambang kehormatan secara individu dan sosial. Beberapa kebiasaan di Indonesia melarang seseorang untuk menyentuh kepala orang lain tanpa izin. Yang lain lagi, kepala dijadikan simbol dari derajat, status dan pranata dalam masyarakat. Kepala adalah simbol dari pemimpin, ketua, atau tingkat tertinggi dalam sebuah sistem atau struktur. Dan kaki sendiri dianalogikan, diumpamanakan, disimbolkan sebagai anak buah, pesuruh, karyawan atau tingkat dibawah kepala. Namun dalam wilayah ini analogi saya tadi menjadi terbalik. Karena penilaian terhadap kaki tidak bisa dilakukan secara langsung, karena biasanya bersifat tertutup atau ditutupi. Penilaian secara menyeluruh langsung ditujukan kepada kepala, dan bukan pada kaki. Ini menjadikan peranan kaki tidak terlalu kentara, kecuali bagi para pemimpin yang fair.
Iseng-iseng menganalogikan kaki dan kepala pada sebuah organisasi. Ehm, PMII misalnya. Pada wilayah rayon, kaki-kaki ini adalah para anggota rayon, dan kepala tentu ketua rayon. Pada wialyah universitas, tentu kepala adalah komisariat dan rayon adalah kaki-kakinya. Pada tingkatan lebih luas maka bisa diteruskan sendiri. Bisa kita simpulkan bahwa PMII secara struktural adalah kepala yang memiliki kaki yang kakinya memilki banyak kaki lagi. Seperti gurita yang meiliki kaki yang banyak namun juga kaki-kaki itu memiliki cabang-cabang lagi.
Pertanyaannya menjadi begini. Bagiamana mengetahui bahwa proses pengkaderan di komisariat telah berhasil? Tentu dengan melihat jumlah kader di rayonya. Bagaiamana mengetahui kualitas sebua komisariat? Tentu dengan melihat kualitas kader di rayon-rayonnya. Kadang, Kita tidak perlu melihat kegiatan komisariat karena ia bersifat mendampingi, cukup melihat bagaimana kegiatan berjalan di rayon-rayon, itu sudah cukup.
Bila sebuah komisariat sedang cacingan, mungkin kita perlu melihat apakah rayon-rayon sudah meiliki alas kaki yang bagus. Bagaimana menyembuhkannya? pertama dengan menciptakan alas kaki yang bagus dan tidak membiarkan ia bermain ditempat kotor. Dan karena gerak motorik dari kaki adalah tergantung dari perintah melalui impuls-impuls syaraf dikepala, oleh karena itu mungkin kepala harus lebih dahulu untuk diajarkan berfikir bersih.
Secara lebih luas lagi, bila kita melihat bagaiamana kondisi PMII sekarang, bisa kita katakan mengalami mati suri. Sebagai sebuah organisasi pergerakan, gerakan itu seolah tidak ada sama sekali, “melempem”. Ini sudah terjadi dalam beberapa tahun belakangan. Apa yang terjadi, apakah benar karena sudah tidak adanya common enemy yang bisa diperangi terus menerus? Atau apakah karena kurangnya isu-isu yang bisa ditindak lanjuti. Atau apakah karena budaya hedonis?.
Untuk menjawab itu semua, mari kita melihat kaki-kaki yang lebih sering bertemu dengan tanah. Yang lebih sering bergumul dengan bumi dan berbicara jujur tentang realita. Sehingga perhatian yang jauh lebih besar tentu pada bagaimana menciptakan kaki-kaki yang bersih daripada pada kepala diatas kaki. Karena hirarki kaki-kaki di PMII adalah bukan menjadi kaki selamanya melainkan akan menjadi kepala-kepala baru untuk kaki-kaki baru pula.
Sudah saatnya untuk meniru para selebritis yang sangat peduli dengan kakinya. Jangankan kakinya secara keseluruhan, pada kuku kakinya saja, mereka sangat peduli. Mereka bisa mengeluarkan dana yang begitu besar hanya untuk merawat kuku kakinya. Dan perawatan yang mereka lakukan bukan sekali dua kali, namun secara intensif, bisa sekali seminggu, dua kali seminggu, intinya ada perhatian yang besar pada bagian itu. Bahkan mungkin mereka sangat hafal pada vitamin dan obat-batan yang harus dikonsumsi untuk menjaga kesehatan kuku kaki mereka. Hal ini karena mereka tidak melihat tubuh hanya dari satu sudut pandang, namun melihat secara menyeluruh.
Apa yang harus ditiru oleh PMII? Bukan ramai-ramai ikut ke salon tentunya. Namun perhatian yang besar pada kaki-kaki yang menjadi tonggak-tonggak dasar PMII secara menyeluruh, yaitu rayon-rayon. Jangan sampai lupa memotong kuku kaki, jangan sampai lupa mencuci kaki sebelum tidur. Jangan sampai lupa pada kader-kader dibawahnya yang menjadi cerminan PMII secara keseluruhan. Itu harus dilakukan secara kontinyu dan bukan sekedar potong kuku kaki saja yang ingat setelah melihatnya sangat panjang dan hitam. Mempelajari obat-obat dan vitaminnya, karena setiap kaki memiliki keunikan sendiri.
Setelah sehat tentu kaki-kaki ini akan mampu mengejawantahkan isi kepala, isi pikiran dan tentunya pergerakan. Karena bila tidak, maka semua isi kepala hanya akan menjadi sampah, karena mobilitas untuk merealisasikan isi kepala tidak tercapai karena kaki-kaki yang lemah dan tidak sehat.
KEPALAKU MAMPU BERFIKIR HINGGA NIRWANA KALAU KAKIKU TIDAK CANTENGAN..SALAM PERGERAKAN..TANGAN TERKEPAL DAN MAJU KEMUKA.
_______________________
Lalu Saepul Jahar adalah Mantan Ketua Rayon PMII FISIP UMM Periode 2006-2007.
