Quo Vadis 20 Tahun PMII UMM
Oleh: Faqih AL Asy'ari
Ibarat tubuh manusia, perkembangan (development) diartikan bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Disini menyangkut
adanya proses diferensiasi sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan
sistem organ yang berkembang untuk dapat memenuhi fungsinya. Semua sistem itu
bersatu menopang pertahanan tubuh sekaligus membangun kekuatan kemampuan diri.
Termasuk dalam perkembangan adalah pematangan emosi, intelektual dan tingkah
laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Eksternalisasinya adalah terbentuknya
manusia yang seutuhnya, bereksistensi dan bersinergi dengan milayaran manusia
lain di muka bumi.
Begitu juga dengan perkembangan dan sejarah Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Universitas Muhammadiyah Malang.
Perjalanan 20 tahun tentu telah memberikan berbagai pengalaman dan kematangan
semua fungsi organ dan jaringan organ dalam tubuh PMII UMM, membangun
differensiasi fungsi, dekonsentrasi tanggungjawab dan wewenang yang merata,
menopang kekuatan dan membagi harapan, hingga terbentuk visi organisasi yang
jelas pada tubuh PMII Komisariat UMM.
Namun benarkah idealitas itu sudah tercipta di tubuh PMII
Komisariat UMM? Sudahkah masing-masing kader mempunyai mimpi dan dikuatkan
harapannya oleh seluruh jaring organ tubuh organisasi, menghidupkan “ruh”
semangat organisasi dan menciptakan seluruh jaringan organ dapat berjalan
sesuai dengan fungsinya? Ataukah sebaliknya, kondisi psikologis dan mental
jaringan dalam tubuh PMII Komisariat UMM justru memberikan warna pupusnya
harapan dan melemahnya semangat berorganisasi, bahkan menciptakan
“kematian-kematian” pada visi kader dan jaringan organ karena fungsi jaringan
organ tubuh yang enggan berjalan lagi? Jika sindrom kematian itu justru yang
kuat mengakar, berepidemig dan sulit disembuhkan, masihkah layak organisasi
dipertahankan?
Untuk menjawab itu semua butuh refleksi perjalanan
organisasi dari masa ke masa, butuh suara dan pikiran dari semua persoalan yang
mendera tubuh organisasi. Kita butuh suara dari semua kader, alumni dan anggota
aktif untuk membuka kembali ruang kritk oto kritik yang dinamis. Ruang refleksi
dan dialog sejarah hingga kondisi paling aktual. Tidak hanya berbicara
eksistensi dan sekedar narsis organisasi, lebih dari itu perlu dibaca kembali
ruang peran dan posisi organ, ruang harapan dan semangat menggapai cita-cita,
hingga ukuran-ukuran pencapaiannya.
Momentum 3 Mei sebagai hari bersejarah kelahiran PMII
Komisariat UMM 20 tahun yang lalu menjadi instrumen penguatan kembali membangun harapan pengembangan organisasi. Refleksi
dilakukan untuk menengok torehan-torehan sejarah yang menumbuhkan spirit untuk
terus menjaga dan meningkatkan eksistensi PMII di tengah dinamika gerakan
keislaman dan kebangsaan, menguatkan peran dan posisi organisasi di tengah
dinamika organ pergerakan lainnya, serta memberikan tonggak pengalaman dan
pendidikan kader yang berkualitas untuk insan-insan masa depan bangsa dan
agama.
Disetiap tanggal 3 Mei ini kita merenung ulang tentang
eksistensi organisasi. Dan usia 20 tahun tentu bukan usia remaja lagi. Usia
peralihan yang membutuhkan kematangan semua jaringan organ agar berfungsi
normal, bergerak perkasa dengan pertahanan yang kuat dan berani mengambil
langkah-langkah solutif. Kita semua mafhum kehadiran PMII yang ber-manhaj alfikr Ahlussunnah Wal Jama’ah di UMM bukanlah suatu hal yang mudah.
Sebuah paradoks yang tidak patut dipertentangkan dan tidak seharusnya diposisikan
dalam kaca mata vis a vis, meskipun
terkadang kehadiran ini memunculkan reaksi bahkan resistensi.
Akan tetapi dibalik itu semua, kita telah membukitkan
mampu mewujudkan keselarasan dengan lingkungan dimana kita tumbuh dan
berkembang. Kita mampu bersinergis dan membangun pilar tubuh organ ini beranak
pinah dan berkembang dalam suka maupun duka, dalam kepenatan maupun kebugaran.
Keletihan fisik tidak membuat mental dan psikis kita berhenti meneriakkan pekik
semangat membangun organ ini hidup hingga diusia 20 tahun. Bukankah ini “ruh”
yang disebut Plato sebagai eksistensi tubuh manusia dibalik jasadnya yang bisa
jadi hancur di usia muda maupun dimakan senja? Inilah “ruh” yang oleh Plato disebut bisa abadi, memberikan harapan PMII ini dapat terus hidup seribu tahun
lagi, bahkan saat tubuh kita tinggal tulang belulang.
Bersamaan dengan momentum Rapat Tahunan Komisariat,
refleksi, evaluasi dan asa ini kita kuatkan kembali. Kita tidak pernah
sendirian saat semua kader, anggota aktif dan alumni organ ini sudi menyisipkan
waktu, tenaga, pikiran dan biaya dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh.
Segala yang kita lakukan bukan hanya untuk membangun asa organ ini dapat hidup
seribu tahun lagi, tetapi juga untuk mengantarkan kita semua kader PMII
Komisariat UMM menggapai mimpi dan cita-cita kita masing-masing. Bukankah ini
makna filosofis Putera Bangsa Bebas
Merdeka dan Tangan Terkepal dan Maju
Kemuka?